Issue dan Permasalahan
Belakangan ini, ada banyak perusahaan khususnya yang tergolong “Usaha Besar” terlebih lagi jika sudah berbentuk “holding company”, sering menyelenggarakan pelatihan di internelnya, selain penyelenggaraan pelatihan kerja oleh lembaga pelatihan kerja eksternal yang dikelola oleh swasta atau pemerintah. Karena itu, timbul pertanyaan yang terkadang dianggap cukup sepele namun tanpa kita sadari memiliki aturan khusus tentang itu, diantara pertanyaan tersebut dialah:
Apakah suatu perusahaan jika akan menyelenggarakan pelatihan untuk internal perusahaannya perlu memiliki ijin sebagai “Lembaga Pelatihan Kerja” ? jika benar demikian, maka bagaimana bentuk perizinannya dan apa sanksinya jika tidak memiliki perizinan tersebut ?
Untuk menjawab persoalan di atas, maka berikut ini kita ulas tentang “Lembaga Pelatihan Kerja” secara umum.
Kriteria dan Pengertian
Lembaga Pelatihan Kerja yang selanjutnya disingkat LPK adalah instansi pemerintah, badan hukum atau perorangan yang memenuhi persyaratan untuk menyelenggarakan pelatihan kerja.
Dari pengertian LPK ini, maka dapat disimpulkan bahwa ada 3 kriteria utama suatu LPK, yakni:
- Instansi pemerintah, badan hukum atau perorangan;
- Memenuhi persyaratan; dan
- Menyelenggarakan pelatihan kerja.
Berikut kita bahas satu persatu:
Instansi pemerintah, badan hukum atau perorangan
Lembaga Pelatihan Kerja ini kemudian dibagi menjadi tiga jenis:
- Lembaga Pelatihan Kerja Pemerintah: lembaga pelatihan kerja yang dimiliki oleh pemerintah.
- Lembaga Pelatihan Kerja Swasta: lembaga yang dimiliki oleh swasta.
- Lembaga Pelatihan Kerja Perusahaan: unit pelatihan yang terdapat di dalam perusahaan.
Berdasarkan klasifikasi Lembaga Pelatihan Kerja tersebut, maka selain LPK yang dimiliki oleh pemerintah, dan LPK yang memang khusus didirikan hanya untuk memberikan pelatihan kerja, dalam satu perusahaan yang menjalankan usaha tertentu juga dapat dibentuk “Unit Khusus” yang akan menyelenggarakan pelatihan kerja.
Akan tetapi, lagi-lagi ketentuan Peraturan Perundang-Undangan tidak dengan tegas memberikan batasan kepada “Lembaga Pelatihan Kerja Perusahaan” terkait dengan ruang lingkup pelatihan yang dapat dilakukan maupun ruang lingkup kepesertaan yang dapat dilatih. Apakah hanya terkait dengan ruang lingkup kegiatan usahanya saja atau bisa lebih dari itu, dan apakah hanya untuk karyawannya saja atau boleh juga untuk karyawan perusahaan lain dan umum, juga tidak diatur secara tegas dalam Peraturan Perundang-Undangan.
Memenuhi Persyaratan
Tidak ada definisi lebih lanjut tentang apa yang dimaksud dengan “memenuhi persyaratan”, namun dapat diasumsikan bahwa yang dimaksud dengan “memenuhi persyaratan” tersebut ialah memenuhi ketentuan “perizinan berusaha” yang diatur dalam Peraturan Perundang-Undangan.
Merujuk pada Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 2021 tentang Perizinan Berusaha Berbasis Risiko, maka untuk perizinan LPK ditentukan sebagai berikut:
- Lembaga Pelatihan Kerja Pemerintah: Persetujuan Pemerintah.
- Lembaga Pelatihan Kerja Swasta: NIB dan Sertifikat Standar.
- Lembaga Pelatihan Kerja Perusahaan: Persetujuan Pemerintah.
Kemudian untuk persyaratan guna memperoleh “Perizinan Berusaha” tersebut dan kewajiban yang harus dipenuhi akan berbeda-beda tergantung dari jenis KBLI yang menjadi bidang dari pelatihan kerja yang dilakukan.
Sebagai contoh, untuk LPK dengan KBLI No. 78439 tentang “Pelatihan Kerja Perusahaan Lainnya” yang mencakup kegiatan pelatihan kerja lainnya yang diselenggarakan perusahaan yang belum dicakup dalam kelompok 78431 s.d. 78437, termasuk bidang metodologi pelatihan kerja, Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3), pelatihan motivasi, pengembangan diri, pengembangan karir, neuro language programming, dan lainnya yang diselenggarakan oleh perusahaan.
Untuk LPK Perusahaan dengan KBLI 78439 tersebut, maka persyaratan untuk memperoleh “Perizinan Berusaha” berupa “Persetujuan Pemerintah” ialah:
- fotokopi keputusan penetapan LPK dari pimpinan perusahaan yang membawahi unit pelatihan kerja;
- nama kepala LPK yang dilengkapi dengan identitas diri dan riwayat hidup;
- fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atas nama lembaga;
- profil LPK yang ditandatangani oleh kepala LPK, yang sekurang-kurangnya memuat:
- struktur organisasi dan uraian tugas;
- program pelatihan kerja berbasis kompetensi yang akan diselenggarakan;
- program kerja LPK dan rencana pembiayaan selama 1 (satu) tahun;
- daftar dan riwayat hidup instruktur bersertifikat kompetensi dan tenaga pelatihan;
- kapasitas pelatihan pertahun.
- fotokopi tanda bukti kepemilikan atau sewa atas sarana dan prasarana pelatihan kerja.
Adapun kewajiban yang harus dipenuhi ialah:
- Menerapkan standar K3L;
- Memenuhi status Terakreditasi LPK;
- Melaporkan perubahan atau penambahan program pelatihan kerja;
- Tersedianya tenaga kepelatihan;
- Adanya kurikulum yang sesuai dengan tingkat pelatihan;
- Tersedianya sarana dan prasarana pelatihan kerja; dan
- Tersedianya dana bagi kelangsungan kegiatan penyelenggaraan pelatihan kerja.
Menyelenggarakan Pelatihan Kerja
Pelatihan kerja didefinisikan sebagai keseluruhan kegiatan untuk memberi, memperoleh, meningkatkan, serta mengembangkan kompetensi kerja, produktivitas, disiplin, sikap, dan etos kerja pada tingkat keterampilan dan keahlian tertentu sesuai dengan jenjang dan kualifikasi jabatan atau pekerjaan (Pasal 1 angka 9 UU No. 13/2003). Secara lebih rinci acuan dalam pelaksanaan pelatihan kerja harus mengacu pada “System Pelatihan Kerja Nasional” (Pasal 20 UU No. 13/2003) sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun 2006 tentang Sistem Pelatihan Kerja Nasional.
Ada beberapa hal yang tidak diatur secara tegas dalam Peraturan Perundang-Undangan tentang pelatihan kerja, diantaranya ialah apakah pelatihan kerja tersebut harus dilakukan berulang-ulang baru dapat dikatakan sebagai suatu “Pelatihan Kerja” atau sebaliknya. Demikian juga dengan jumlah peserta pelatihan tenaga kerja yang tidak diatur secara spesifik jumlah minimumnya. Hal ini memberikan potensi pemahaman bahwa suatu kegiatan pelatihan kerja yang meskipun dilakukan hanya sekali dengan jumlah peserta seminimal mungkin juga dapat dikategorikan sebagai pelatihan kerja, karena tidak ada batasan kriteria minimal tentang pelatihan kerja tersebut.
Sanksi dan Risiko
Untuk pengenaan sanksi, maka harus diingat pembedaan antara LPK Pemerintah, LPK Swasta, dan LPK Perusahaan. Karena ketentuan Peraturan Perundang-Undangan hanya menyebutkan bahwa hanya “LPK Swasta” yang dikenakan sanksi administratif jika tidak memenuhi persyaratan “Perizinan Berusaha”, adapun untuk LPK Pemerintah dan LPK Perusahaan, tidak ada aturan yang menyatakan sanksi untuknya jika tidak memiliki “Perizinan Berusaha”.
Kesimpulan
Tidak ada standar dalam Peraturan Perundang-Undangan tentang kriteria minimum suatu kegiatan “pelatihan kerja” dapat dikatakan sebagai suatu pelatihan yang wajib dilakukan oleh Lembaga Pelatihan Kerja. Sehingga pelatihan sekecil apapun pesertanya dan sesedikit mungkin dilakukan, tetap berpotensi dikatakan sebagai suatu bentuk “Pelatihan Kerja” yang harus dilakukan oleh Lembaga Pelatihan Kerja.
Ada tiga jenis Lembaga Pelatihan Kerja, yakni:
- Lembaga Pelatihan Kerja Pemerintah: wajib memiliki izin “Persetujuan Pemerintah”.
- Lembaga Pelatihan Kerja Swasta: wajib memiliki izin “NIB dan Sertifikat Standar”.
- Lembaga Pelatihan Kerja Perusahaan: wajib memiliki izin “Persetujuan Pemerintah”.
Jika tidak Lembaga Pelatihan Kerja tidak memiliki izin, maka hanya LPK Swasta yang dengan tegas dikatakan akan dikenakan sanksi administratif, sedangkan LPK Pemerintah dan LPK Perusahaan, tidak ada aturan yang menyatakan sanksi untuknya jika tidak memiliki “Perizinan Berusaha”.
Regards